5 Hal Utama “Budaya” Yang Membuat Berat Badan Naik

Banyak diantara kita tidak menyadari semakin bertambah usia kita, semakin bertambah pula berat badan kita. Banyak diantara kita yang mengaku bahwa kita tidak makan tiap jam, tapi berat badan tetap aja naik, nah loh? Mungkin kita perlu berinstropeksi diri, melihat mengapa hal ini bisa terjadi. Kita bisa memulai dari bagaimana budaya kita membentuk pola makan kita sehari-hari. Berikut ini adalah 5 hal utama yang berhubungan dengan budaya kita, mengapa berat bada kita naik, seiring berjalannya waktu.

1. Suka makan-makanan gorengan, banyak nasi, manis, berlemak, dan bersantan

Sadar atau tidak, kita terbiasa menggoreng apapun. Ayam goreng dan nasi goreng merupakan contoh yang paling umum. Dan yang lebih umum lagi, kita bisa menemukan jajanan gorengan yang ragamnya tidak terhitung, mulai dari yang paling sering dilahap disaat bersantai, bakwan/weci goreng, tahu isi goreng, tempe goreng, tape goreng, molen, ketela/singkong goreng; tak ketinggalan buah yang digoreng, seperti pisang goreng, nangka goreng, dsb. Yang lebih gila lagi, bahkan sayur pun kita goreng, brokoli goreng, bayam goreng, dan lain lain. Kalori yang tersimpan dalam makanan gorengan sangat tinggi. Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah minyak yang dipakai untuk menggoreng biasanya sudah dipakai berkali-kali, atau yang biasa kita sebut dengan jelantah. Banyak orang yang mengatakan bahwa menggoreng dengan menggunakan minyak jelantah bisa membuat gorengan kita lebih enak, padahal minyak jelantah telah mengalami perubahan struktur yang membuat kolesterol jahatnya semakin meningkat.

Selain itu, tipikal makanan yang kita makan sehari-hari biasanya banyak nasi, manis, bersantan, dan berlemak. Banyak orang yang mengatakan “kalau belum makan nasi, belum makan namanya”. Dan ini membuat kita cenderung mengambil lebih banyak nasi daripada lauk. Selain itu, kita biasa menggunakan lemak atau jeroan untuk membuat aroma dan rasa makanan kita menjadi sedap. Dan inilah senjata yang dipakai restoran-restoran untuk menarik Anda dan menganggap mereka sebagai restoran yang enak, bukan restoran yang bergizi.

2. Makanan jadi hiburan atau teman hiburan pada malam hari

Nongkrong di warung lesehan atau kafe sudah berbudaya dalam kehidupan sehari-hari kita. Terutama untuk kaum adam. Biasanya mereka nongkrong bareng-bareng dengan kawan-kawan untuk menonton sepak bola. Dan ketika menonton sepak bola, mereka selalu meminum kopi, makan nasi goreng dan kacang tanah sebagai camilannya. Bisa Anda bayangkan, berapa kalori yang terkandung dalam kopi Anda, terutama bila Anda menambahnya dengan gula dan susu. Belum lagi nasi goreng dan kacang tanah.

3. Lebih suka naik motor daripada jalan kaki, alasan panas dan sebagainya

Banyak dari kita malas berjalan. Kita lebih memilih naik motor, atau mobil, padahal berjalan bisa membantu kita menstabilkan berat badan, dan menyehatkan. Kita sering beralasan ini dan itu, terutama untuk kaum perempuan. Banyak dari mereka yang enggan berjalan karena alasan panas dan berdebu. Keringat dan kulit menjadi gelap merupakan ketakutan terbesar mereka.

4. Tergoda dengan makanan cepat saji dan minuman berkarbonasi kalori tinggi dan gula.

Bila kita menengok orang-orang yang makan di restoran cepat saji, hal pertama yang muncul di benak kita adalah ‘mereka adalah orang kaya’. Itulah mengapa makan di restoran cepat saji akan membuat kita merasa berada dikelas atas. Padahal, kita hanya tertipu pada ‘sampul dan bungkus’ dari makanan cepat saji yang bermerek dan berasal dari Barat. Padahal, makanan-makanan tersebut, kalau dikembalikan ke tempat asalnya, merupakan makanan masyarakat kelas bawah pada masa lalu.

5. Gemuk merupakan tanda hidup kita bahagia dan makmur

Ini satu hal yang tidak kita sadari. Bila kita semakin kurus, pasti banyak yang menanyakan “kamu baik-baik saja kah?”. Padahal stres sangat bisa memicu kenaikan berat badan. Ada beberapa orang yang beralih ke makanan bila mereka stres, jadi budaya yang menganggap kita bahagia kalau kita gemuk, tidak selamanya benar.

Setelah mengetahui 5 poin di atas, kita sebaiknya bisa menyeimbangkan diri kita. Pada awalnya memang sulit, tapi setelah itu kita akan menciptakan kebiasaan baru yang lebih baik.